MENGAPA
TIDAK BERGABUNG DENGAN PARPOL / MASUK PARLEMEN SAJA?
Ini adalah sebuah pertanyaan klasik
yang ditujukan kepada aktivis gerakan dakwah yang dalam setiap kesempatan
selalu bicara yang terkait politik: Mengapa tidak bergabung dengan parpol
saja, lalu masuk parlemen?
Untuk menjawab pertanyaan ini,
ada 5 hal yang harus diluruskan:
1. Tentang POLITIK.
Bagi sebagian besar orang, politik
adalah permainan kekuasaan. Oleh karena itu, tempatnya adalah di Parpol,
Parlemen, atau di Pemerintah, bukan di masjid! apalagi di jalanan!
Sayangnya mereka keliru!
Sholat memang sebuah ibadah.
Masjid juga tempat ibadah. Tetapi melakukan upaya agar semua muslim bisa
sholat pada waktunya, agar masjid juga tersedia dalam jumlah, kapasitas dan
kualitas yang cukup di tempat-tempat publik (terminal, mall, kantor
pemerintah), maka itu adalah aktivitas politik! Aktivitas politik adalah
fardhu kifayah.
Dan jumlah fardhu kifayah itu bila dihitung-hitung,
sesungguhnya melebihi jumlah fardhu ain. Termasuk fardhu kifayah adalah
mengupayakan adanya air bersih, ada listrik, ada jalan, ada sekolah, ada
fasilitas kesehatan, ada pengelolaan sampah, ada sarana transportasi publik, ada
petugas keamanan, ada layanan informasi kesempatan kerja, dsb. Dan
mengupayakan itu semua adalah aktivitas politik!
2. Tentang ORGANISASI POLITIK.
Bagi sebagian besar orang, partai
politik adalah satu-satunya kendaraan untuk aktivitas politik. Itu benar
manakala yang dimaksud adalah untuk mendudukkan orang-orang di Parlemen atau
Kekuasaan secara legitimate (LEGITIMASI politik). Tetapi fungsi dari
parpol menurut teori seharusnya tidak cuma itu, tetapi juga EDUKASI politik,
ADVOKASI politik, AGREGASI politik, dan REPRESENTASI politik. Rakyat
perlu diedukasi agar tahu hak-hak dan kewajiban mereka dalam bermasyarakat dan
bernegara. Bila mereka dizalimi, atau dalam posisi lemah berhadapan
dengan pihak yang lebih kuat ataupun penguasa, maka harus ada advokasi bagi
mereka. Oleh karena itu mereka harus dapat dikumpulkan (diagregasi)
dengan suatu platform dan tujuan yang sama. Dan karena itulah, mereka
dapat menunjuk seorang atau beberapa wakil yang representatif untuk mewakili
mereka. Ini adalah fungsi-fungsi organisasi politik. Kalau melihat
fungsi-fungsi ini, maka aktivitas politik ternyata juga bisa dilakukan dalam
skala kecil oleh sebuah LSM, atau dalam skala yang lebih besar oleh
Ormas. Ormas itu bisa berbasis profesi (seperti Ikatan Dokter Indonesia),
berbasis kepemudaan (seperti KNPI), ataupun berbasis agama (seperti HTI).
Anehnya, justru parpol-parpol di Indonesia saat ini hanya eksis menjelang
agenda legitimasi politik (yaitu pemilu), dan mereka nyaris abai terhadap 4
aktivitas yang lain (edukasi, advokasi, agregasi dan representasi).
Akibatnya, mereka jadi bahan banyolan dari rakyat di bawah.
3. Tentang DEMOKRASI
Bagi sebagian besar orang, demokrasi
hanyalah pemilihan umum yang bebas, jujur dan adil. Ini sebenarnya hanya
demokrasi prosedural. Hakekat demokrasi bukan itu, tetapi
"kedaulatan bersumber dari [keinginan] rakyat". Kalau rakyatnya
senang minum bir seperti di Jerman, keluarlah UU yang melegalkan produksi dan
peredaran miras. Kalau rakyatnya mentolerir narkoba seperti di Belanda,
keluarlah UU yang melegalkan narkoba secara terbatas. Kalau rakyatnya
menganggap pernikahan sejenis itu bukan masalah seperti di Swedia, keluarlah UU
yang melegalkan pernikahan sejenis. Dan kalau rakyatnya setuju untuk
menyerbu negara lain seperti di AS (dengan agresinya ke Irak dan Afghanistan),
maka keluarlah UU-APBN yang membiayai serbuan itu, serta terpilihnya kembali
presiden yang menginginkan agresi. Jadi, demokrasi tidak bisa mencegah
malapetaka seperti ini. Kalau persoalannya bersumber dari tingkat
kesadaran masyarakat, dan orang diminta optimis, bahwa bila masyarakatnya
terdidik secara islami, maka mustahil demokrasi akan menghasilkan keputusan UU
yang fatal seperti itu, maka berarti lebih tepat kita berjuang untuk memberi
penyadaran masyarakat, bukan berjuang untuk bertarung di pentas
demokrasi! Tanpa didahului dengan upaya penyadaran masyarakat, maka
proses demokrasi di negeri-negeri Islam tidak akan menjadikan Islam sebagai
pemenang. Bahkan di negeri yang Islam menang pun, kalau militernya belum
sadar, militer masih bisa mengintervensi demokrasi. Partai FIS di
Aljazair, meraih 88% kursi dalam pemilu 1992, tapi lantas militer membatalkan
pemilu. Partai Refah di Turki, meraih mayoritas suara dan ketuanya
(Erbakan) menjadi Perdana Menteri, tapi tak lama kemudian militer mengkudetanya
dengan tuduhan membahayakan konstitusi sekuler, sekalipun Erbakan ketika
dilantik sudah bersumpah akan membela konstitusi Turki yang sekuler. Dan
Partai Hamas di Palestina yang menang pemilu, juga akhirnya hanya dapat
berkuasa di sebagian kecil wilayah Palestina yang merupakan basis massa
pendukungnya. Jadi terus jalan apa yang bisa dilakukan untuk melakukan
perubahan?
4. Tentang PERUBAHAN
Bagi sebagian besar orang, perubahan
otomatis akan terjadi ketika seseorang yang shaleh terpilih menjadi
penguasa. Mereka menyangka, masyarakat hanyalah kumpulan dari
individu-individu. Jadi ketika individu-individu itu sholeh, otomatis
masyarakatnya akan sholeh. Mereka keliru!
Sebuah gedung terdiri dari batu,
besi, semen, kayu dan kaca. Tetapi kumpulan itu semua tidak otomatis
menjadi gedung. Bahan bangunan itu perlu ditata atau diatur dengan suatu
pola sedemikian rupa agar menjadi gedung.
Demikian juga masyarakat.
Kumpulan orang sholeh itu perlu ditata dan diatur agar menjadi sebuah
masyarakat yang sholeh. Mereka ditata dengan suatu pemikiran dan perasaan
kolektif (atau kita sebut opini umum atau KULTUR), dan diatur dengan suatu
peraturan yang disepakati (atau kita sebut STRUKTUR). Kultur dan Struktur
ini bersama-sama disebut SISTEM. Perubahan kultural dilakukan melalui
aksi-aksi pembentukan opini, sedang perubahan struktural dilakukan melalui
kontak-kontak kepada tokoh-tokoh kunci masyarakat. Kalau kedua hal ini
bisa berjalan seiring, maka perubahan itu pasti akan terjadi. Tapi
kongkritnya bagaimana?
5. Tentang CONTOH KONKRIT
Tidak usah jauh-jauh menyebut contoh
dari Eropa Timur (jatuhnya Komunisme) atau Afrika Selatan (tumbangnya rezim
Apartheid), di Indonesia tahun 1998 Soeharto amat sangat berkuasa. Pemilu
pun menghasilkan "konsensus nasional" di MPR yang melanggengkan
kekuasaan Soeharto. Tapi dua bulan kemudian, opini publik di akar rumput
berbalik mendesak Soeharto turun. Sementara itu para tokoh kunci
kekuasaan (Pimpinan DPR/MPR, Pimpinan TNI, Para Menteri) pun akhirnya mengamini
desakan itu, atau netral, atau menolak bekerjasama dengan Soeharto lagi.
Jadilah Soeharto lengser. Hanya saja, people-power seperti ini terbukti
kemudian tidak solid, karena common-enemy mereka hanya person Soeharto.
Selanjutnya dalam agenda reformasi, ternyata mereka tidak fokus, pijakannya
tidak sama, serta kepentingan lain-lain.
Tetapi bisa kita bayangkan, bahwa
suatu hari nanti, setelah kondisi ekonomi makin buruk, sementara panutan
pemerintah ini yaitu AS & Eropa juga makin hancur terkena krisis
ekonomi global yang akhirnya juga menyeret Jepang, Cina dan India, maka suatu
hari Presiden meminta para tokoh nasional untuk berkumpul. Mereka terdiri
dari para Pimpinan TNI, para Pimpinan Lembaga Tinggi Negara (MA, MK, DPR, DPD),
para Menteri strategis, Gubernur BI, Jaksa Agung, Ketua KPK, para pimpinan
Parpol, Tokoh Intelektual, Tokoh Agama, Tokoh Pengusaha, Tokoh Media dll.
Presiden lalu curhat, "Saya
kemarin saat kunjungan ke Amerika bertemu seorang pengusaha kelas dunia.
Kami berdiskusi, dan saya terkejut ketika dia bilang bahwa ekonomi Amerika ini
tak lama lagi akan tenggelam. Dia menyarankan agar kita menengok pada
jalan alternatif. Dan tadi malam, saya bermimpi bertemu almarhum eyang
saya, seorang Kyai Kharismatis di masa Perjuangan Kemerdekaan dulu. Dia
menasehati saya agar menegakkan syariat Islam di negeri ini, karena itu adalah
amanat perjuangan kemerdekaan, ini kalau kita tidak ingin kapal Indonesia ini
ikut tenggelam, sementara saya sekarang nakhodanya. Bagaimana pendapat
Saudara-saudara?"
Maka tokoh paling senior di forum
itu, yang kebetulan menjabat Ketua MPR mengatakan, "Saudara Presiden,
akhir-akhir ini saya melihat bahwa yang disuarakan oleh gerakan-gerakan syariah
dan khilafah sejak tahun 2000 itu barangkali benar. Persoalannya, kita
selama ini terlalu angkuh dengan kedudukan kita. Dan perlu Saudara
Presiden ketahui, di akar rumput partai saya, yang meskipun sebuah partai
nasionalis dan demokratis, semakin hari saya rasakan semakin banyak yang
mendesak agar elit partai mendukung penerapan syariah & khilafah.
Saya jadi memberanikan diri untuk bertanya kepada Ketua MUI, Ketua
Muhammadiyah, Ketua NU dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah, apa benar kalau
kita terapkan syariah dan khilafah itu nilai-nilai luhur Pancasila akan lebih
mudah terwujud?"
Ternyata 4 orang yang ditanya itu
semua menganggung-angguk tanda setuju.
Gubernur BI menambahi, "Saya
kemarin diskusi panjang dengan ajudan saya yang ternyata sangat cerdas, dan
saya kini semakin yakin bahwa dengan sistem moneter syariah kita tidak perlu
repot lagi menjaga nilai tukar mata uang ataupun menghitung nilai suku bunga
yang tepat".
Ketua KPK menimpali, "Saya juga
berapa waktu yang lalu diyakinkan dalam diskusi terbatas bidang hukum bahwa
dengan sistem syariah yang komprehensif maka pencegahan dan penindakan
korupsi akan jauh lebih efektif".
Tiba-tiba Panglima TNI angkat
bicara, dengan suaranya yang khas, berat dan berwibawa, "Saudara Presiden,
saya yakin, kalau Saudara, dengan sepersetujuan MPR, sepakat agar kita mengubah
tata negara kita menjadi Negara Khilafah dan menerapkan syariat Islam di dalam
dan di luar negeri, saya yakin, kemampuan kita dalam menjaga kedaulatan NKRI
akan makin meningkat, bahkan mungkin, beberapa wilayah kita yang telah lepas
seperti Timor-Leste, atau selama ini terancam separatis seperti Aceh dan Papua,
akan justru menjadi yang pertama mendukung Negara Khilafah itu. Oleh
karena itu, kami pimpinan TNI - dan saya yakin juga Saudara Kapolri - akan
siap berbaiat kepada Saudara sebagai Khalifah, dan kami siap membela Anda dalam
menerapkan syariat Islam, lebih dari membela anak dan istri kami sendiri".
Semua terkesiap. Tetapi
seorang tokoh PGI (Persatuan Gereja Indonesia) yang hadir menimpali, "Kami
warga Kristen, termasuk yang di Indonesia Timur, sebenarnya selama ini banyak
berinteraksi dengan gerakan pro syariah khilafah itu, dan sudah hilang keraguan
kami, bahwa penerapan syariah itu justru akan melindungi kami dari aksi-aksi
anarkis seperti selama ini".
Seorang tokoh pengusaha nasional
nyeletuk, "Kami para pengusaha nasional, juga yakin, bahwa kekuatan
industri kita, sumberdaya alam kita, dan pasar dalam negeri kita, cukup
kuat bila sewaktu-waktu karena keputusan ini ada embargo atau sanksi
internasional" .
Menteri Ristek menambahkan,
"Pengalaman Iran dengan embargo yang dijatuhkan Amerika sejak revolusi
Islam dulu justru positif. Embargo justru meningkatkan kemandirian dan
kreatifitas anak bangsa. Kata Presiden Ahmadinejad, embargo justru berkah
terbesar bagi Iran. Karena embargo, Iran justru mampu membangun sendiri
PLTN-nya serta wahana ruang angkasa tanpa bantuan asing".
Akhirnya wajah Presiden menjadi
cerah. Dia lalu mengatakan, "Kalau demikian halnya, saya minta
blocking space kepada seluruh wakil pimpinan media, besok jam 10 pagi, kita
akan akan proklamasikan berubahnya negeri ini menjadi Daulah Khilafah di depan
Sidang Istimewa MPR. Mohon pimpinan MPR mempersiapkan segala sesuatunya.
Nanti saya minta Menteri Hukum beserta Mensesneg untuk segera merumuskan apa saja
yang dianggap perlu dalam proses konversi dan transisi dengan cara saksama dan
dalam tempo yang sesingkat-singkatnya". Apakah masih ada yang tidak
setuju?" Ternyata tidak ada satupun yang berani tunjuk tangan.
"Apakah semua setuju?" tanya Presiden kembali meyakinkan. Semua
tunjuk tangan.
Begitulah, akhirnya di negeri antah
berantah itu Khilafahpun berdiri tegak, dibela oleh rakyatnya di bumi, dan
didoakan oleh mereka yang ada di langit.
** proses perubahan revolusioner
mirip seperti ini terjadi di negara-negara Blok Timur pada tahun 1991, dan di
Afrika Selatan tahun 1994. Pemilu yang dilakukan sesudahnya di sana hanya
melegitimasi keinginan kuat untuk merubah sistem yang sudah terjadi sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar