Selasa, 26 Juli 2011


AL-KHILAFAH

PERKARA MENDESAK
(mahkota dari segala kewajiban)
oleh: Azizi Fathoni K.
1130786906244MUQADDIMAH
Terhitung sejak runtuhnya kekhilafahan Utsmaniyyah di Turki pada tanggal 28 Rajab 1342 H, sudah 88 tahun lebih umat Islam tidak lagi hidup di bawah kepemimpinan seorang Khalîfah. Rentang yang sangat lama bila dibandingkan dengan ijmâ’ para Sahabat Nabiradhiyallâhu ‘anhum, yaitu umat Islam tidak boleh vakum dari kepemimpinan melebihi batas waktu 3 hari 3 malam.
Tiga puluh satu ribu hari lebih berlalu, pemahaman sebagian umat Islam mengenai eksistensi Negara Khilafah kian jauh dan semakin kabur, terlebih saat benturan dengan Peradaban Barat yang sekular terus terjadi. Sejak abad 18 M sampai saat ini paham Sekularisme (paham yang memisahkan antara agama dengan Negara) sudah mulai dan kian banyak mempengaruhi cara berfikir generasi kaum muslimin dan bahkan telah dianggap sebagai harga mati, sehingga banyak di antara mereka yang merasa aneh dan justru menolak jika agamanya (Islam) diterapkan di tengah-tengah kehidupan dan cenderung memilih gaya hidup yang sekularistik, menolak setiap hal yang berbau Islam saat bersinggungan dengan urusan publik atau pemerintahan.
292289348_f10dd0ccbfPenting rasanya mengenalkan kembali tentang wajib dan perlunya mendirikan Negara Khilafah. Selain sebagaipemersatu umat Islam dalam ikatan al-ukhuwwah al-Islâmiyyah danmenyebarkan ajaran Islam ke seluruh pelosok bumi, Negara Khilafah juga berperan sebagai kiyânut-tanfîdz (institusi pelaksana) sekaligus hâris (penjaga) bagi keberlangsungan syari’at Islam secarakâffah (menyeluruh) di tengah-tengah kehidupan manusia. Tentunya juga penjaga Jiwa, Harta dan Kehormatan kaum muslimin dimanapun mereka berada.
292289339_7c2e511735Dialah bagian vital dari ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka sudah sepatutnya setiap muslim memahaminya dengan benar sebagaimana pemahaman para Ulama terdahulu, sehingga ajaran Islam yang komprehensif tampak jelas laksana terangnya matahari di siang hari, dan Islam sebagai rahmat lil-‘âlamin (rahmat bagi alam semesta) tidak lagi hanya bisa diucap dan didengar, tapi juga benar-benar bisa disaksikan dan dirasakan secara nyata.
Tulisan sederhana ini membahas empat point utama berikut.