Selasa, 13 April 2010

Siksaan Yang Teramat Berat

Bagi seorang budak, pergi menjumpai Nabi SAW. Bukanlah hal yang bisa dilakukan dengan mudah. Keluar rumah majikannya untuk keperluan sendiri pun tidak bisa. Apalagi untuk menjumpai Nabi Muhammad SAW, yang menjadi musuh kaum musyrikin Quraisy. Musuh majikan Bilal sendiri!

Dengan susah payah, akhirnya Bilal bin Rabah berhasil menjumpai Nabi Muhammad SAW. Ia menyatakan maksudnya untuk masuk Islam. Nabi mengajarkan cara-cara masuk Islam dengan berwudhu (bersuci), lalu mengucapkan dua kalimat syahadat kemudian melakukan shalat dua rakaat.

Betapa bahagia dan beruntungnya Bilal, karena Nabi sendiri yang mengajarkan syariah Islam kepadanya. Namun, keislamannya harus disembunyikan. Sangat berbahaya jika majikannya tahu akan hal itu. Untuk itu, Bilal menjalankan perintah agamanya secara sembunyi-sembunyi. Akan tetapi, pada akhirnya ketahuan juga.

Umayyah bin khalaf marah besar. Terkutuklah budaknya yang berani-beraninya menjadi pengikut Muhammad itu! Sesaat Umayyah bin Khalaf kehilangan akal. Bagaimana dia bisa lengah menjaga budaknya? Bagaimana sampai si budak tidak ketahuan pergi diam-diam menjumpai Muhammad?

Dalam hati, Umayyah bin Khalaf sebenarnya mengakui kelebihan-kelebihan Muhammad. Bahwa anak Abdullah itu, si Muhammad, memang orang yang sangat jujur. Orang yang tidak pernah berdusta. Dia, juga berperilaku sangat sopan, rendah hati, ramah. Pendek kata, banyak hal yang baik pada diri Muhammad itu. Namun, bahwa dia mengajarkan agama baru yang bertentangan dengan agama kaum Quraisy, itulah yang salah besar menurut Umayyah bin Khalaf. Itu tidak boleh dibiarkan. Harus diperangi, dimusuhi, dan jika mungkin dibasmi!

Umayyah punya sahabat bernama Uqbah bin Mu'ith. Uqbah mendengar perihal budak Umayyah yang masuk Islam itu.
"Celakalah engkau Umayyah!" katanya. "budakmu menjadi pengikut orang yang menghina agama kita. Yang menghina tuhan-tuhan kita Al-Laata dan Al-Uzza!"
"Ya. Celakalah budak itu. Apa yang harus kulakukan terhadapnya?"
"Siksa dia sampai mau meninggalkan agamanya yang sesat itu!"
"Akan kusiksa dia sampai mati kalau dia tidak mau meninggalkan kesesatannya!"

Kesesatan! Siapakah yang sesat ? si budak Habsyi yang telah menganut agama kebenaran atau mereka yang menyembah berhala-berhala mati itu? Orang-orang sesat itu menganggap yang benarlah yang sesat!

Matahari sedang terik-teriknya. Padang pasir menjadi bagaikan hamparan bara. Pada saat seperti itu, Bilal bin Rabah ditelanjangi lalu diseret ke tengah padang pasir. Tidak terbayangkan betapa panas butir-butir pasir itu. Bilal ditelentangkan. Matahari dipuncak langit membakar bagian depan tubuhnya. Sementara punggungnya disengat panas pasir yang bagaikan bara api.

Tidak itu saja yang dialaminya. Seorang musyrikin yang menjadi algojo penyiksa, mengambil sebongkah batu besar. Batu itu diangkat tinggi-tinggi, lalu dijatuhkan ke dada Bilal!

Batu itu berat sekali, juga panas tidak kepalang. Batu itu menghantam dada Bilal sampai tulang-tulang iganya patah dan terus dibiarkan menindih dada. Mengimpit dengan beratnya, dan membakar dengan panasnya.

"Ingkari agama sesat ajaran Muhammad!" seru algojo penyiksa Bilal. "Siksaan ini akan dihentikan bila engkau meninggalkan kesesatanmu!"
Bilal tidak sudi mengingkari keyakinan dan keimanannya.
"Ucapkan Al-Laata dan Al-Uzza. Namun, apa yang terdengar dari mulut Bilal?
"Ahad.....Ahad.....Ahad....." Begitu yang didengar Umayyah bin Khalaf dan para algojo yang menyiksa Bilal.
"Apa yang kau katakan?" jerit Umayyah bin Khalaf dengan kalapnya.
"Ahad....Ahad.....Ahad....."

Bilal hanya berucap begitu berulang-ulang. Maksudnya adalah Allah yang Maha Tunggal atau 'Allah yang Maha Esa'.

Siksaan dilanjutkan. Berbagai cara keji dan kejam dilakukan hingga hampir tidak ada bagian tubuh Bilal yang tidak terluka. Namun dia tetap tabah. Dia tetap mengucapkan Ahad....Ahad. tidak sudi memuji dan menyerukan Al-Laata dan Al-Uzza seperti yang diharapkan para penyiksanya.

Umayyah bin Khalaf dan para algojo kehilangan akal. Bagaimana lagi cara menyiksa Bilal, supaya budak Habsyi itu menyerah?

Hari telah sore. Sinar matahari tidak sepanas bara lagi. Siksaan itu dihentikan. Bilal akan dibawa pulang ke rumah Umayyah bin Khalaf. Akan tetapi, tidak begitu saja disuruh berjalan. Lehernya diikat seperti kambing. Lalu Umayyah bin Kalaf memanggil anak-anak kecil. Disuruhnya anak-anak itu menggiring Bilal melalui lembah dan bukit-bukit. Mereka bersorak-sorai riuh. Memukul, mencakar, dan meludahi Bilal sepanjang jalan.

"Ini pelajaran bagi budak-budak lain yang berani menjadi pengikut Muhammad!" kata Umayyah bin Khalaf. "Juga pelajaran bagi para pemilik budak. Mereka harus mewaspadai budak-budaknya."

Siksaan itu diulanginya keesokan harinya. Demikian pula lusanya. Namun, Bilal tidak mau menyerah. Dari mulutnya terus terdengar Ahad......Ahad......Ahad

Seorang Quraisy datang dan berseru ketika Bilal sedang disiksa
"Hentikan!" katanya dengan suara lantang. Apa yang kalian lakukan ini? Menyiksa seorang budak dengan sekejam ini? Lepaskan dia!"
Orang itu tampaknya berpengaruh. Bilal dilepaskan dan ikatan ditubuhnya dibuka. Orang Quraisy itu lalu memberinya minum. "Terima kasih......" ucap Bilal dengan suaranya yang lemah. Ia sungguh tidak berdaya. Seluruh tubuhnya penuh luka. Seluruh tulangnya bagaikan remuk belaka. Bernafas pun sangat menyakitkan dadanya. Bicara sangat menyakitkan rahangnya.

"Mengapa kau keras kepala begitu, Bilal?" Tanya orang Quraisy itu. "Mestinya lunakkan hatimu, supaya siksaan ini tidak terus menerus kau terima. Kau sendiri yang merugi." Bilal diam mendengar ucapan orang Quraisy ini.

Umayyah bin Khalaf itu merasa malu jika menghentikan siksaan sebelum kau meneruti kehendaknya," kata orang Quraisy itu dengan kata-kata lembut. "Ucapkanlah Al-Laata dan Al-Uzza, meskipun tidak dengan sepenuh hatimu. Supaya Umayyah bin Khalaf menghentikan siksaan ini tidak dengan rasa malu."

"Ahad.....Ahad......Ahad....." terdengar dari mulut Bilal ucapan itu.
Orang Quraisy itu marah. Dia serentak berdiri. Terkutuk! Kamu memang budak celaka! Siksa dia sampai mati!" Teriaknya.
Ternyata itu memang siasat para penyiksa Bilal. Ada yang membujuk dengan kata-kata manis supaya Bilal menyerah. Namun, budak Habsyi itu tetap pada pendirian dan keyakinannya. Mati baginya tidak menjadi persoalan lagi. Sakit bukan hal yang menakutkan. Bukanlah dia telah mengalaminya selama berhari-hari ini? Dia tidak mati juga, tentunya karena Allah tidak menghendakinya.

Bilal kembali disiksa. Begitu berjalan sampai berhari-hari. Para penyiksanya sampai jenuh dan bosan. Kehilangan akal untuk menaklukkan budak yang keras kepala itu.
Penganiayaan terhadap budak yang memeluk agama Islam pada waktu itu sering terjadi, bahkan ada yang sampai mati. Orang-orang musyrikin Quraisy bisa menyiksa budak sampai mati. Mereka tidak khawatir akan tindakan balas dendam dari kerabat si budak sebab para budak itu tidak mempunyai kabilah (kaum / keluarga besar)

Berbeda dengan orang yang bukan budak. Kerabat dan anggota kabilahnya pasti akan menuntut balas. Menyiksa budak itu sangat aman. Bukankah budak tidak lebih dari binatang ternak bagi mereka?

Penyiksaan terhadap Bilal ini didengar oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Orang ini telah memeluk Islam. Dulu ia mempunyai banyak sekali budak karena dia orang kaya. Di masyarakat Quraisy pada waktu itu, semakin kaya seorang akan semakin banyak memiliki budak. Kini Abu Bakar Ash-Shiddiq telah membebaskan budak-budaknya, karena Islam menentang perbudakan. Tinggal seorang budak negro yang masih belum dimerdekakan.
Abu Bakar mendatangi tempat penyiksaan Bilal bin Rabah. Dengan iba disaksikannya penyiksaan yang kejam tidak berperikemanusiaan itu. Para algojo penyiksa itu sudah berlaku bagai binatang saja. Tidak punya rasa belas kasihan sedikit pun terhadap manusia lemah yang kebetulan derajatnya dianggap serendah ternak karena dia budak.
"Apa kau tidak malu menyiksa orang yang lemah itu?" tegur Abu Bakar Ash-Shiddiq kepada Umayyah bin Khalaf.
Engkaulah yang merusak kepercayaannya dan engkau pula yang menjauhkannya dariku!" seru Umayyah bin Khalaf dengan geramnya. Ia tahu, Abu Bakar Ash-Shiddiq itu orang Islam, sama seperti Bilal.

"Aku mempunyai seorang budak negro yang kuat. Jauh lebih kuat dari pada orang yang kau siksa itu. Ia akan kuserahkan kepadamu. Kutukar dengan budak lemah itu."
Umayyah bin Khalaf benar-benar telah kehabisan akal untuk mengatasi kebandelan budaknya itu. Ia sendiri sudah ingin mengakhiri penyiksaan itu, karena dia tahu Bilal tidak akan mau menyerah. Namun, jika menghentikan penyiksaan tanpa alasan, dia akan merasa sangat malu. Kini ada orang yang menawarkan pengganti Bilal.
"Bawa kesini budak negro itu," kata Umayyah bin Khalaf.
Budak negro itu dipanggil. Inilah saat yang paling bersejarah bagi Bilal. Ia telah pasrah dan rela mati asalkan tetap dalam iman Islamnya. Ia pun menyangka tidak lama lagi ajalnya akan tiba karena tubuhnya tidak tahan lagi terhadap siksaan berat itu. Tiba-tiba ada orang menyelamatkannya!

Ia dilepaskan dari tali yang mengikatnya. Tubuhnya lunglai sehingga Abu Bakar harus memapahnya ketika membawanya pergi dari tempat itu. Bilal berlutut di depan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
"Terima kasih, Tuan......." katanya lemah sekali. "Kini hamba menjadi milik Tuan.....".
"Tidak," Kata Abu Bakar Ash-Siddiq. "Kau kumerdekakan".

Dimerdekakan adalah hal yang sangat luar biasa bagi seorang budak. Artinya, dia dibebaskan dari perbudakan. Dia menjadi orang yang merdeka yang tidak diperbudak oleh siapapun. Bilal bagaikan tidak percaya akan apa yang didengarnya. Namun sungguh ia benar-benar mendengar ucapan itu. Ucapan yang keluar dari mulut seorang muslim sejati. Orang yang telah memerdekakan budak-budaknya. Tidak dianggapnya bahwa itu merupakan kerugian besar baginya, padahal budak-budak itu dulu dibelinya dengan mahal di pasar budak.

Islam mengajarkan persamaan hak setiap manusia. Di mata Allah, derajat manusia sama. Yang membedakannya adalah amal ibadah mereka.

Bilal bukan satu-satunya budak yang disiksa yang dibebaskan oleh Abu Bakar Ash-Siddiq. Masih banyak lagi budak muslim yang disiksa dan dibeli oleh Abu Bakar Ash-Siddiq, kemudian dibebaskan. Diantaranya adalah Amir bin Fuhairah, budak-budak perempuan bernama Labibah, Zinnirah, dan An-Nahdiyyah.

Bilal bin Rabah kemudian menjumpai Nabi Muhammad SAW. Ia tetap bersama Nabi sampai ikut hijrah ke Madinah. Sejak saat itu Bilal tidak pernah terpisahkan dari Nabi.

kisah mukmin kecil

Manakala Umar Bin Khatab menjadi Amirul Mukminin, dia merasakan tanggung jawab yang diamanatkan kepadanya sangatlah sulit dan berat. Dia harus berjaga setiap malam untuk mengurusi dan memperhatikan keaadaan seluruh penduduknya, sedangkan pada saat yang sama dia juga memikul tugas untuk menyiarkan agama Islam ke seluruh dunia, dan mengirimkan tentara perang untuk melawan tentara Persia dan tentara Romawi...

Dia sama sekali tidak ingin memiliki sasuatu apapun yang ada di dunia ini, dia hanya berusaha untuk mempersiapkan kehidupannya di akhirat kelak, beribadah, dan banyak berzikir kepada Allah SWT.

Manakala Umar bin Khatab berjalan keluar dari Madinah Al-Munawwarah berkeliling kesana-kemari untuk melihat keadaan kaum Muslimin, yang jauh dari kota Madinah, ibukota pemerintahannya, dia berjumpa dengan seorang hamba sahaya kecil yang sedang menggembalakan domba. Umar merasa tertarik untuk berbincang-bincang dengannya.

Penggembala kecil itu tidak mengetahui bahwa orang yang akan mengajaknya berbincang-bincang adalah Amirul Mukminin, seorang Khalifah pengganti Rasullullah SAW.

Umar tergerak hatinya untuk menguji hamba sahaya kecil panggembala domba itu. Umar lalu berkata kapadanya sambil menunjuk seekor domba yang gemuk.
" Maukah engkau memberikanlah domba itu kepadaku?."
"Apa ?" Penggembala kecil itu menyergah dengan suara kuat karena kaget.
Kemudian Umar berkata lagi:
" Mengapa engkau tidak mau memberikannya kepadaku ?"
" Sesungguhnya aku ini telah mendapatkan amanat dan kepercayaan. Kalaulah domba-domba itu milikku, maka aku tidak akan merasa keberatan untuk memberikan seekor diantaranya."
Umar berkata: " Sikapmu itu merupakan sifat yang sangat kikir."
Penggembala kecil itu kemudian menjawab ucapan Umar:
" Aku wahai tuan, adalah seorang hamba sahaya majikanku. Dan dia adalah pemilik domba-domba ini. Aku tidak berhak untuk memberikannya kepadamu dan juga untuk diriku sendiri."
Umar berkata kepadanya: " Janganlah kamu besikap bodoh... katakan saja kepada majikanmu bahwa sesungguhnya seekor serigala telah menerkam dan memakannya ketika domba itu jauh dari kawanannya... majikanmu pasti mempercayai ucapanmu, karena kejadian serupa itu sudah sangat biasa, dan sering kali terjadi."
"Tidak, tidak, wahai tuanku .... ini mustahil.... aku tidak akan melakukan tindakan seperti itu. Andaipun majikanku mempercayai ucapanku, lalu apakah aku bisa menyembunyikannya dari Allah SWT yang tidak ada sesuatupun yang bisa disembunyikan dari-Nya?. Apakah aku bisa menyembunyikannya dari malaikat pancatat amal perbuatan kita, Raqib dan Atid?.

Umar kemudian meninggalkan penggembala kecil itu, tanpa mengucapkan sepatah katapun... akan tetapi ia sangat terkagum dengan jawaban yang menunjukkan dalamnya keimanan penggembala kecil itu kepada Allah SWT, yang mengetahui segala sesuatu yang berlaku, baik yang kecil maupun yang besar. Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.

Umar bin Khatab kembali ke Madinah dan langsung menuju ke rumah pemilik domba yang digembalakan oleh anak kecil tadi dan mengetuk pintu rumahnya. Lelaki pemilik domba itu merasa sangat heran karena Amirul Mukminin mengetuk pintu rumahnya. Maka keluarlah dia untuk menyambut kedatangannya, dan mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah.

Selanjutnya, Sayyidina Umar berkata kepada lelaki itu, " Apakah engkau mempunyai seorang hamba kecil yang menggembalakan sekawanan domba milikmu di luar kota Madinah?"
" Ya", jawabnya.
Umar berkata lagi kepadanya: "Aku ingin agar engkau menjual anak itu kepadaku bersama seluruh kawanan domba yang digembalakannya."
" Bagaimana jika aku tidak ingin menjualnya?"
"Aku akan datang lagi kesini untuk membelinya, seperti hari ini." jawab Umar.
" Apakah Amirul Mukminin bersedia jika hamba kecil berikut domba yang digembalakannya kuhadiahkan saja?"
Umar menjawab: " Tidak... Aku tidak ingin menerimanya sebagai hadiah. Aku hanya ingin membelinya."
"Kalau begitu, bayarlah kawanan domba beserta anak itu sesuai dengan harga yang engkau inginkan." kata si pemilik domba.
"Umar menjawab: "Aku telah mengatakannya kepadamu bahwa aku mesti membayar harganya."

Kedua hamba Allah itu kemudian menghitung harga sekawanan domba itu, berikut harga hamba sahaya kecil penggembalanya, seperti harga yang berlaku di pasaran pada waktu itu. Lalu Umar melakukan pembayaran kepada lelaki itu.

Pada saat anak kecil penggembala domba pulang bersama domba-domba yang digembalakannya, ia sangat heran melihat lelaki yang pernah meminta seekor domba kepadanya, sedang duduk di samping majikannya,.
Rasa herannya berubah menjadi rasa takut, ketika dia mengetahui bahwa lelaki itu tidak lain adalah Amirul Mukminin, Umar bin Khattab.

Saat-saat yang menegangkan bagi anak itu tiba, ketika ia dipanggil oleh Sayyidina Umar dan majikannya. Dia melangkahkan kakinya dengan sangat berat, dia berjalan pelan-pelan, dengan perasaan duka cita yang menyelimuti dirinya.

Ternyata Amirul Mukminin berdiri menyambut kedatangannya seraya berkata : "Bergembiralah, dan bersuka rialah, wahai saudara bangsa Arab."
Penggembala kecil itu tidak mempercayai apa yang telah didengar oleh kedua telinganya.....
Mengingat status dirinya sebagai seorang hamba sahaya, dia merasa tidak yakin bahwa kata sambutan itu adalah untuk dirinya, apalagi ketika melihat Umar sampai berdiri menyambutnya.
Lidahnya terasa kelu dan tidak kuasa untuk mengucapkan sepatah katapun. Tiba-tiba Amirul Mukminin berkata kepadanya : "Kesinilah........Kesinilah untuk duduk disampingku."
Penggembala kecil itu semakin kaget, dan dia semakin tidak kuasa untuk berkata apa-apa atau melangkahkan kakinya ke depan. Kakinya bergetar, matanya terbelalak, dan mulutnya terbuka.
"Saya..., saya diminta duduk di samping Amirul Mukminin?.
Penggembala kecil itu belum juga mempercayai apa yang telah berlangsung dan telah terjadi. Barangkali ini hanya mimpi, katanya dalam hati.
Dia masih tetap terdiam di tempatnya, tidak berkata dan juga tidak bergerak.
Suara Amirul Mukminin semakin kuat memanggil penggembala kecil itu: "Ketahuilah olehmu bahwa sejak saat ini engkau telah menjadi manusia yang merdeka, demi Allah SWT."
Pada saat itulah penggembala itu baru bergerak. Dia ingin bersujud di kaki Amirul Mukminin, atau mencium kedua tangannya, akan tetapi dia takut dan malu......Bumi ini terasa berputar, kemudian dia mencari sesuatu untuk tempat bersandar. Terdengar olehnya Sayyidina Umar melanjutkan perkataannya : "Dan domba-domba itu menjadi milikmu."
Penggembala kecil itu tidak dapat lagi menguasai dirinya, meneteslah air mata gembira ke kedua pipinya.
Sayyidina Umar kemudian meletakkan kedua tangannya di atas pundak anak itu, dan menepuk-nepuknya agar dia tenang kembali seraya berkata:
"Janganlah engkau merasa heran dan kaget, karena sesungguhnya pada saat kita berada di tempat penggembalaan domba itu, engkau telah menyampaikan sebuah kalimat yang telah menyelamatkanmu dari penghambaan (perbudakan) di dunia. Engkau telah mengatakan :'Andaipun majikanku mempercayai ucapanku, lalu apakah aku bisa menyembunyikannya dari Allah SWT yang tidak ada sesuatupun yang bisa disembunyikan dari-Nya?"
"Itulah kalimat iman yang memindahkan dirimu kepada dunia bebas merdeka. Kami tidak hendak mengekalkan seorang manusia mukmin untuk tetap menjadi hamba sahaya bagi manusia..... Sesungguhnya aku telah memohon kepada Allah agar menyelamatkan dirimu dari azab di akhirat kelak, sebagaimana Dia telah menyelamatkan dirimu dari azab penghambaan di dunia ini."

Sang penggembala kecil kemudian menggiring domba-dombanya.....
Sekarang dia telah memiliki kemerdekaan dan kebebasan, memiliki domba, serta mempunyai hak untuk memberikan seekor diantaranya kepada Umar bin Khattab, Amirul Mukminin, khalifah pengganti Rasulullah SAW.

Umar tersenyum kepada penggembala kecil itu atas usahanya untuk mengungkapkan terima kasihnya kepadanya. Umar kemudian berkata :
"Sesungguhnya segala puji dan ucapan terima kasih hanyalah patut disampaikan kepada Allah SWT yang telah memberikan petunjuk-Nya kepada kita.